Labels

Senin, 22 Oktober 2012

Seputar Penculikan Pada Jenderal AD, Usaha Kudeta dan Operasi Penumpasan


Seputar Penculikan Pada Jenderal AD, Usaha Kudeta dan Operasi Penumpasan

           Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S / PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi. Berikut ini para korban keganasan PKI.
a.       Di Jakarta
1)      Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2)      Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3)      Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4)      Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5)      Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6)      Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman / Oditur Jenderal TNI AD.
7)      Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8)      Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b.      Di Yogyakarta
1)      Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2)      Letnam Kolonel Sugiyono M. Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965 dan salah satu ajudannya ditangkap. Ajudan nasution (Lettu PierreA. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim.
Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya dibangun Monumen Panca sakti.

Kondisi Politik Menjelang G 30 S / PKI


Kondisi Politik Menjelang G 30 S / PKI
        
Doktrin Nasakom yang dikembagkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh dukungan oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat.
Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan.
Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas – tugas berikut.
a.       Menyebarluaskan pengaruh dan ideology PKI ke dalam tubuh ABRI.
b.      Mengusahakan agar stiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c.       Mendata dan mencatat para anggota ABRI agar sewaktu – waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan darat semakin meningat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khusus, mulai meletakkan siasat – siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat – siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a.       Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b.      Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c.       Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jendral”.
d.      Mengisolir komando AD dari angkatan – angkatan lain.
e.       Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi panculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.

Pemberontakan Permesta


Pemberontakan Permesta

   Proklamsi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas.
   Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi – operasi militer tersebut.
a.       Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b.      Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian tengah.
c.       Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d.      Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e.       Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f.       Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g.       Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa – sisanya masih ada sampai tahun 1961.

Minggu, 21 Oktober 2012

Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)


Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidak harmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan – dewan daerah seperti berikut.
a.       Dewan banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b.      Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Letkol Maludin Simbolan.
c.       Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d.      Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas di tolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membentuk Komandan Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.